Ramadhan merupakan momen yang tepat untuk kembali mendekatkan diri dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Yaitu dengan memperbanyak ibadah, beramal shalih, dan bersedekah. Menyinggung soal sedekah, saya teringat dengan sebuah kisah nyata yang dapat kita jadikan renungan. Kisah ini benar-benar dialami langsung oleh seorang teman, sebutlah namanya Hafidz.
Sudah lebih dari 4 bulan Hafidz menjadi pengangguran berat setelah menjadi korban PHK perusahaannya yang bangkrut. Sudah tak terhitung surat lamaran ia tulis dan kirimkan, namun statusnya tak kunjung berubah. Di-PHK tanpa pesangon membuat tabungannya terkuras habis untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Tanpa penghasilan dan harus menafkahi seorang istri dengan 4 anak yang masih kecil, ditambah lagi menanggung hidup ibunya, seorang janda tua. Memang, terkadang ada tetangga yang meminta bantuannya memperbaiki peralatan elektroniknya, mulai dari setrikaan sampai perangkat komputer, namun kegiatan ini belum tentu seminggu sekali ia peroleh. Hafidz pun tak pernah mematok tarif atas jasa servisnya sehingga tak heran jika terkadang ia hanya diberi upah sebungkus rokok, bahkan hanya ucapan terima kasih. Namun, Hafidz tetap menerimanya dengan tersenyum ikhlas.
Suatu pagi, saat ia sedang membersihkan halaman rumahnya lewatlah seorang nenek-nenek renta meminta sedekah.MasyaAllah... dalam kondisi seperti ini bukannya orang memberi sumbangan atau bantuan yang datang tapi malah sebaliknya. Seperti sinetron-sinetron religi di TPI saja! "Tapi mungkin ini untuk mengingatkanku bahwa masih ada orang yang lebih sengsara dibanding aku," pikir Hafidz menghibur diri. Uang di kantong tinggal 2000 rupiah ... (bukan berarti di rekening ada milyaran lho! Kan tadi udah dibilang kalau tabungannya ludes ...) Itu pun rencananya buat beli rokok sebatang dan kopi sebungkus, atau buat jaga-jaga jika anak-anaknya merajuk minta jajan. Tapi entah kenapa ... hati Hafidz tergerak untuk bersedekah terhadap nenek itu tanpa ada perasaan ragu atau berat sedikitpun. Di ambilnya 1000 rupiah dan diberikannya kepada si nenek. "Mudah-mudahan uang ini lebih bermanfaat di tangan nenek," ucap Hafidz lembut. Hafidz langsung melanjutkan pekerjaannya membersihkan halaman tanpa melihat kemana nenek itu pergi.
Dua hari kemudian, datang panggilan tes dan wawancara kerja dari salah satu perusahaan yang ia kirimi lamaran. Akhirnya Hafidz memperoleh kesempatan untuk menunjukkan kemampuan kerjanya, karena selama ini tak satu pun perusahaan yang memanggilnya wawancara atau tes. Karena dianggap memenuhi standard kemampuan yang diharapkan, Hafidz pun diterima bekerja dan terus giat bekerja hingga kini.
Sudah lebih dari 4 bulan Hafidz menjadi pengangguran berat setelah menjadi korban PHK perusahaannya yang bangkrut. Sudah tak terhitung surat lamaran ia tulis dan kirimkan, namun statusnya tak kunjung berubah. Di-PHK tanpa pesangon membuat tabungannya terkuras habis untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Tanpa penghasilan dan harus menafkahi seorang istri dengan 4 anak yang masih kecil, ditambah lagi menanggung hidup ibunya, seorang janda tua. Memang, terkadang ada tetangga yang meminta bantuannya memperbaiki peralatan elektroniknya, mulai dari setrikaan sampai perangkat komputer, namun kegiatan ini belum tentu seminggu sekali ia peroleh. Hafidz pun tak pernah mematok tarif atas jasa servisnya sehingga tak heran jika terkadang ia hanya diberi upah sebungkus rokok, bahkan hanya ucapan terima kasih. Namun, Hafidz tetap menerimanya dengan tersenyum ikhlas.
Suatu pagi, saat ia sedang membersihkan halaman rumahnya lewatlah seorang nenek-nenek renta meminta sedekah.MasyaAllah... dalam kondisi seperti ini bukannya orang memberi sumbangan atau bantuan yang datang tapi malah sebaliknya. Seperti sinetron-sinetron religi di TPI saja! "Tapi mungkin ini untuk mengingatkanku bahwa masih ada orang yang lebih sengsara dibanding aku," pikir Hafidz menghibur diri. Uang di kantong tinggal 2000 rupiah ... (bukan berarti di rekening ada milyaran lho! Kan tadi udah dibilang kalau tabungannya ludes ...) Itu pun rencananya buat beli rokok sebatang dan kopi sebungkus, atau buat jaga-jaga jika anak-anaknya merajuk minta jajan. Tapi entah kenapa ... hati Hafidz tergerak untuk bersedekah terhadap nenek itu tanpa ada perasaan ragu atau berat sedikitpun. Di ambilnya 1000 rupiah dan diberikannya kepada si nenek. "Mudah-mudahan uang ini lebih bermanfaat di tangan nenek," ucap Hafidz lembut. Hafidz langsung melanjutkan pekerjaannya membersihkan halaman tanpa melihat kemana nenek itu pergi.
Dua hari kemudian, datang panggilan tes dan wawancara kerja dari salah satu perusahaan yang ia kirimi lamaran. Akhirnya Hafidz memperoleh kesempatan untuk menunjukkan kemampuan kerjanya, karena selama ini tak satu pun perusahaan yang memanggilnya wawancara atau tes. Karena dianggap memenuhi standard kemampuan yang diharapkan, Hafidz pun diterima bekerja dan terus giat bekerja hingga kini.
Dari kisah si Hafidz ini ada beberapa hikmah dan pelajaran yang dapat saya ambil. Ternyata, mengeluarkan sedekah bukan hanya memerlukan keikhlasan kita. Tapi akan lebih bermakna jika kita mengeluarkan sedekah sesuatu yang berarti/berharga bagi kita. Mungkin menjaga keikhlasan kita ketika mengeluarkan sedekah 5.000 rupiah saat kita mengantongi uang 5 juta rupiah sangat mudah. Tapi jika mampu menjaga keikhlasan untuk mengeluarkan sedekah 1.000 rupiah saat kita hanya memiliki uang 2.000 rupiah merupakan hal yang luar biasa. Hafidz mampu melakukannya, menjaga keikhlasan mengeluarkan sedekah 1000 rupiah yang sangat berarti baginya sehingga Allah membalasnya dengan sesuatu yang jauh lebih berarti bagi Hafidz. Maka jangan berkecil hati jika selama ini Anda mengeluarkan sedekah lebih banyak namun belum juga mendapatkan balasan dari Allah. Mungkin sedekah yang Anda keluarkan kurang memiliki makna bagi Anda. Mungkin Anda lebih merasa ikhlas menyumbangkan 100 potong pakaian bekas layak pakai yang menumpuk di gudang Anda dibanding menimbulkan keikhlasan untuk menyumbangkan 2 potong baju di kantong belanja Anda yang baru saja Anda beli. Meski bagi yang menerima sumbangan Anda lebih merasa senang menerima 100 potong baju bekas layak pakai, namun nilai keikhlasan Anda di mata Allah lebih rendah. Jika Anda bersedekah dengan sesuatu yang kurang berarti, tidak adilkah jika Allah juga membalasnya dengan sesuatu yang kurang berarti bagi Anda?
Oleh karena itu, mulai saat ini marilah kita biasakan menyumbangkan sesuatu yang bernilai dan berarti bagi kita dan semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang jauh lebih berarti bagi kita. Amin.
Oleh karena itu, mulai saat ini marilah kita biasakan menyumbangkan sesuatu yang bernilai dan berarti bagi kita dan semoga Allah membalasnya dengan sesuatu yang jauh lebih berarti bagi kita. Amin.
0 comments